Saturday, July 6, 2019

Cerita Dewasa Pegawai Bank Yang Disetubuhi Tukang OjeK Tua

Cerita Dewasa Pegawai Bank Yang Disetubuhi Tukang OjeK  Tua

Cerita Dewasa Pegawai Bank Yang Disetubuhi Tukang OjeK  Tua


  WINE4D  - Namaku Reni, usia 27 tahun. Kulitku kuning langsat dan rambutku sebahu dengan tinggi 165 cm dan berat 51 kg. Aku telah menikah setahun lebih. Aku berasal dari keluarga yang terpandang. Sekilas wajahku mirip dengan Putri Indonesia 2002 Melani Putria. Bedanya aku telah menikah dan aku lebih tua darinya 2 tahun. Aku bekerja pada sebuah Bank pemerintah yang cukup terkenal. Suamiku Ikhsan adalah seorang staf pengajar pada sebuah perguruan tinggi swasta di kota Medan. Di samping itu, ia juga memiliki beberapa usaha perbengkelan.

 Kami menikah setelah sempat berpacaran kurang lebih 3 tahun.Perjuangan kami cukup berat dalam mempertahankan cinta dan kasih sayang. Di antaranya adalah ketidaksetujuan dari pihak orang tua kami. Sebelumnya aku telah dijodohkan oleh orang tuaku dengan seorang pengusaha. Bagaimanapun, kami dapat juga melalui semua itu dengan keyakinan yang kuat hingga kami akhirnya bersatu. Kami memutuskan untuk menikah tapi kami sepakat untuk menunda dulu punya anak. Aku dan Bang Ikhsan cukup sibuk sehingga takut nantinya tak dapat mengurus anak. Kehidupan kami sehari-hari cukup mapan dengan keberhasilan kami memiliki sebuah rumah yang asri di sebuah lingkungan yang elite dan juga memiliki 2 unit mobil sedan keluaran terbaru hasil usaha kami berdua. Begitu juga dalam kehidupan seks tiada masalah di antara kami. Ranjang kami cukup hangat dengan 4-5 kali seminggu kami berhubungan suami istri. 

Aku memutuskan untuk memakai program KB dulu agar kehamilanku dapat kuatur. Aku pun rajin merawat kecantikan dan kebugaran tubuhku agar suamiku tidak berpaling dan kehidupan seks kami lancar. Suatu waktu, atas loyalitas dan prestasi kerjaku yang dinilai bagus, maka pimpinan menunjukku untuk menempati kantor baru di sebuah kabupaten baru yang merupakan sebuah kepulauan. Aku merasa bingung untuk menerimanya dan tidak berani memutuskannya sendiri. Aku harus merundingkannya dulu dengan suamiku. Bagiku naik atau tidaknya statusku sama saja, yang penting bagiku adalah keluarga dan perkawinanku. Tanpa aku duga, Suamiku ternyata sangat mendorongku agar tidak melepaskan kesempatan ini. Inilah saatnya bagiku untuk meningkatkan kinerjaku yang biasa-biasa saja selama ini, katanya. Aku bahagia sekali. 

Baca Juga:

Rupanya suamiku orangnya amat bijaksana dan pengertian. Sayang orang tuaku kurang suka dengan keputusan itu. Begitu juga mertuaku. Bagaimanapun, kegundahan mereka akhirnya dapat diatasi oleh suamiku dengan baik. Bahkan akhirnya mereka pun mendorongku agar maju dan tegar. Suamiku hanya minta agar aku setiap minggu pulang ke Padang agar kami dapat berkumpul. Aku pun setuju dan berterima kasih padanya. Aku pun pindah ke pulau yang jika ditempuh dengan naik kapal motor dari Medan akan memerlukan waktu selama 5 jam saat cuacanya bagus. Suamiku turut serta mengantarku. Ia menyediakan waktu untuk bersamaku di pulau selama seminggu. Di pulau itu aku disediakan sebuah rumah dinas lengkap dengan prasarananya kecuali kendaraan. 

Jarak antara kantor dan rumahku hanya dapat ditempuh dengan naik ojek karena belum adanya angkutan di sana. Hari pertama kerja aku diantar oleh suamiku dan sorenya dijemput. Suamiku ingin agar aku betah dan dapat secepatnya menyesuaikan diri di pulau ini. Memang prasarananya belum lengkap. Rumah-rumah dinas yang lainnya pun masih banyak yang kosong. Selama di pulau itu pun suamiku tidak lupa memberiku nafkah batin karena nantinya kami akan bertemu seminggu sekali. Aku pun menyadarinya dan kami pun mereguk kenikmatan badaniah sepuas-puasnya selama suamiku di pulau ini. Suamiku dalam tempo yang singkat telah dapat berkenalan dengan beberapa tetangga yang jaraknya lumayan jauh. Ia juga mengenal beberapa tukang ojek hingga tanpa kusadari suatu hari ia menjemputku pakai sepeda motor. Rupanya ia meminjamnya dari tukang ojek itu. 

Salah satu tukang ojek yang dikenal suamiku adalah Pak Tigorus. Pak Tigorus ini adalah laki-laki berusia 50 tahun. Ia tinggal sendirian dipulau itu sejak istrinya meninggal dan kedua anaknya pergi mencari kerja ke Jakarta. Laki-laki asal tanah Batak itu harus memenuhi sendiri hidupnya di pulau itu dengan kerja sebagai tukang ojek. Pak Tigorus, yang biasa dipanggil Pak Tigor, orangnya sekilas terlihat kasar dan keras namun jika telah kenal ia cukup baik. Menurut suamiku, yang sempat bicara panjang lebar dengan Pak Tigor, dulunya ia pernah tinggal di Medan sebagai buruh pelabuhan. Suatu saat ia ingin mengubah nasibnya dengan berdagang namun bangkrut. Untunglah ia masih punya sepeda motor hingga menjadi tukang ojek. 

Hampir tiap akhir pekan aku pulang ke Medan untuk berkumpul dengan suamiku. Yang namanya pasangan muda tentu saja kami tidak melewatkan saat kebersamaan di ranjang. Saat aku pulang, aku menitipkan rumah dinasku pada Pak Tigor karena suamiku bilang ia dapat dipercaya. Akupun mengikuti kata-kata suamiku. Kadang-kadang aku diberi kabar oleh suamiku bahwa aku tidak usah pulang karena ia yang akan ke pulau. Sering kali suamiku bolak-balik ke pulau hanya karena kangen padaku. Sering kali pula ia memakai sepeda motor Pak Tigor dan memberinya uang lebih. Suamiku telah menganggap Pak Tigor sebagai sahabatnya karena sesekali saat ia ke pulau, Pak Tigor diajaknya makan ke rumah. Sebaliknya, Pak Tigor pun sering mengajak suamiku jalan-jalan di pantai yang cukup indah itu. Suamiku sering memberi Pak Tigor uang lebih karena ia akan menjagaku dan rumahku jika aku ditinggal. Sejak saat itu aku pun rutin di antar jemput Pak Tigor jika ke kantor. Tidak jarang ia membawakanku penganan asli pulau itu. Aku pun menerimanya dengan senang hati dan berterima kasih. 

Kadang aku pun membawakannya oleh-oleh jika aku baru pulang dari Medan. Setelah beberapa bulan aku tugas di pulau itu dan melalui rutinitas seperti biasanya, suamiku datang dan memberiku kabar bahwa ia akan disekolahkan ke Australia selama 1,5 tahun. Ini merupakan beasiswa untuk menambah pengetahuannya. Aku tahu bea siswa ini merupakan obsesinya sejak lama. Aku menerimanya. Aku pikir demi masa depan dan kebahagiaan kami juga nantinya sehingga tidak masalah bagiku. Suamiku sebelum berangkat sempat berpesan agar aku jangan segan minta tolong kepada Pak Tigor sebab suamiku telah meninggalkan pesan pada Pak Tigor untuk menjagaku. Suamiku pun menitipkan uang yang harus aku serahkan pada Pak Tigor. Sejak suamiku di luar negeri, kami sering telpon-teleponan dan kadang aku bermasturbasi bersama suamiku lewat telepon. Itu sering kami lakukan untuk memenuhi libido kami berdua. Akibatnya, tagihan telepon pun meningkat. Bagaimanapun, aku tidak memperdulikannya. 

Selagi melakukannya dengan suamiku, aku mengkhayalkan suamiku ada dekatku. Tidak masalah jarak kami berjauhan. Aku mulai jarang pulang ke Medan karena suamiku tidak ada. Paling aku pulang sebulan sekali. Itu pun aku cuma ke rumah orang tuaku. Rumahku di Medan aku titipkan pada saudaraku. Aku melewatkan hari-hariku di pulau dengan kesibukan seperti biasanya. Begitu juga Pak Tigor rutin mengantar jemputku. 

Suatu saat ketika aku pulang, Pak Tigor mengajakku untuk jalan-jalan keliling pantai namun aku menolaknya dengan halus. Aku merasa tidak enak. Apa nanti kata teman kantorku jika melihatnya. Kebetulan saat itu pun aku sedang tidak mood sehingga aku merasa lebih tenang di rumah saja. Di rumah aku beres-beres dan berbenah pekerjaan kantor. Akhir-akhir ini, aku merasakan bahwa Pak Tigor amat memperhatikanku. 

Tidak jarang ia sore datang sekedar memastikan aku tidak apa-apa sebab di pulau itu ia amat disegani dan berpengaruh. Aku sadari kadang dalam berboncengan tanpa sengaja dadaku terdorong ke punggung Pak Tigor saat ia menghindari lubang dan saat ia mengerem. Aku maklum, itulah resikonya jika aku berboncengan sepeda motor.

 Semakin lama, hal seperti itu semakin sering terjadi sehingga akhirnya aku jadi terbiasa. Sesekali aku juga merangkul pinggangnya jika aku duduknya belum pas di atas jok motornya. Aku rasa Pak Tigor pun sempat merasakan kelembutan payudaraku yang bernomer 34b ini. Aku menerima saja kondisi ini sebab di pulau ini mana ada angkutan. Jadi aku harus bisa membiasakan diri dan menjalaninya. Tak bisa membandingkannya dengan di Padang di mana aku terbiasa menyetir sendiri kalau pergi ke kantor. Pada suatu Jumat sore sehabis jam kerja, Pak Tigor datang kerumahku. Seperti biasanya, ia dengan ramah menyapaku dan menanyakan keadaanku. 

Ia pun aku persilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Sore itu aku telah selesai mandi dan sedang menonton televisi. Kembali Pak Tigor mengajakku jalan ke pantai. Aku keberatan sebab aku masih agak capai. Lagipula aku agak kesal dengan kesibukan suamiku saat kutelepon tadi. Ia tidak bisa terlalu lama di telpon. "Kalau gitu, kita main catur saja, Bu... Gimana?" Pak Tigor mencoba mencari alternatif.


 Kebetulan selama ini ia sering main catur dengan suamiku. Akupun setuju karena aku lagi suntuk. Lumayanlah, untuk menghilangkan kekecewaanku saat ini. Aku pun lalu main catur dengan laki-laki itu. Beberapa kali pula aku mengalahkannya. Taruhannya adalah sebuah botol yang diikat tali lalu dikalungkan ke leher. Seumur hidupku, baru kali ini aku mau bicara bebas dengan laki-laki selain suamiku dan atasanku. Tidak semua orang dapat bebas berbicara denganku. Aku termasuk tipe orang yang memilih dalam mencari lawan bicara sehingga tidak heran jika aku dicap sombong oleh sebagian orang yang kurang aku kenal.

 Bagaimanapun, dengan Pak Tigor aku bicara apa adanya, ceplas ceplos. Mungkin karena kami telah saling mengenal dan juga aku merasa membutuhkan tenaganya di pulau ini. Tanpa terasa, telah lama kami bermain catur hingga jam menunjukan pukul 10 malam. Di luar rupanya telah turun hujan deras diiringi petir yang bersahut-sahutan. 




Kami pun mengakhiri permainan catur kami. Aku lalu membersihkan mukaku ke belakang. "Pak, kita ngopi dulu, yuk... ? Biar nggak bosan dan ngantuk," kataku menawarinya. Di pulau saat itu penduduknya telah pada tidur dan yang terdengar hanya suara hujan dan petir. Setelah menghabiskan kopinya, Pak Tigor minta izin pulang karena hari telah larut. Aku tidak sampai hati sebab cuaca tidak memungkinkan ia pulang. Rumahnya pun cukup jauh. Lagi pula aku kuatir jika nanti ia tersambar petir . Lalu aku tawarkan agar ia tidur di ruang tamuku saja. Akhirnya ia menerima tawaranku. Aku memberinya sebuah bantal dan selimut karena cuaca sangat dingin saat itu. Tiba-tiba, lampu mati. 

Aku sempat kaget, untunglah Pak Tigor punya korek api dan membantuku mencari lampu minyak di ruang tengah. Lampu kami hidupkan. Satu untuk kamarku dan yang satu lagi untuk ruang tamu tempat Pak Tigor tidur. Aku lalu minta diri untuk lebih dulu tidur sebab aku merasa capai. 

Aku lalu tidur di kamar sementara di luar hujan turun dengan derasnya seolah pulau ini akan tenggelam. Aku berusaha untuk tidur namun ternyata tidak bisa. Ada rasa khawatir yang tidak aku ketahui sebab petir berbunyi begitu kerasnya hingga akhirnya aku putuskan ke ruang tamu saja. Hitung-hitung memancing kantuk dengan ngobrol bareng Pak Tigor.


 Rasa khawatirku jadi berkurang sebab aku merasa ada yang melindungi. Sesampainya di ruang tamu, aku lihat Pak Tigor masih berbaring namun matanya belum tidur. Ia kaget, disangkanya aku telah tidur. Aku lalu duduk di depannya dan bilang nggak bisa tidur. Ia cuma tersenyum dan bilang mungkin aku ingat suamiku. Padahal saat itu aku masih sebal dengan kelakuan suamiku. Tanpa sengaja kucurahkan kekesalanku. 

Aku tahu, mestinya aku tidak boleh bilang suasana hatiku saat itu pada Pak Tigor namun entah mengapa kata-kata itu meluncur begitu saja. Dengan cara bijaksana dan kebapakan ia nasehati aku yang belum merasakan asam garam perkawinan. Dalam suasana temaram cahaya lampu saat itu aku tidak menyadari kapan Pak Tigor pindah duduk kesampingku. Aku kurang tahu kenapa aku membiarkannya meraih jemariku yang masih melingkar cincin berlian perkawinanku dan merebahkan kepalaku didadanya. Aku merasa terlindungi dan merasa ada yang menampung beban pikiranku selama ini. Pak Tigor pun membelai rambutku seolah aku adalah istrinya. Bibirnya terus bergerak ke balik telingaku dan menghembuskan nafasnya yang hangat. Aku terlena dan membiarkannya berbuat seperti itu.


 Perlahan ia mulai menciumi telingaku. Aku mulai terangsang ketika ia terus melakukannya dengan lembut. Bibirnya pun terus bergeser sedikit demi sedikit ke bibirku. Saat kedua bibir kami bertemu, seperti ada aliran listrik yang mengaliri sekujur tubuhku. Aku seperti terhipnotis. Aku seperti tak peduli bahwa yang mencumbuku saat itu adalah orang lain. Mungkin aku telah salah langkah dan salah menilai orang. Jelas bahwa Pak Tigor sama sekali tak merasa sungkan memperlakukanku seperti itu. Seolah-olah ia telah menyimpan hasrat yang mendalam terhadap diriku selama ini. Malam ini adalah kesempatan yang telah ditunggu-tunggunya... Anehnya, aku seperti tak kuasa menahan sepak terjangnya. Padahal yang pantas berbuat itu terhadapku hanyalah suamiku tercinta. Sepertinya telah tertutup mata hatiku oleh nafsu dan gairahku yang juga menuntut pelampiasan. Pak Tigor pun mengulum bibirku beberapa saat. 



Aku pun membalasnya sambil menutup kedua mataku menikmatinya. Tangannya juga tidak mau tinggal diam dengan terus merabai buah dadaku yang terbungkus BH dan kaos tidur itu. Aku lalu dibimbingnya ke kamar tidur dan direbahkannya di ranjang yang biasa aku gunakan untuk bercinta dengan suamiku, namun kini yang berada di sini, di sampingku bukanlah suamiku melainkan seorang laki-laki tukang ojek sepantaran ayahku yang notabene tidak pantas untukku. Aku telah terlarut dalam gairah yang menghentak. Aku tahu akan terjadi sesuatu yang terlarang di antara kami berdua. Itulah yang menyihirku dan, entah bagaimana caranya, membuat aku memasrahkan diriku pada laki-laki ini. Pak Tigor menutup pintu kamar dan menguncinya dari dalam. Sedang lampu di luar telah ia matikan tadi. Aku diam saja menanti apa yang akan diperbuatnya padaku. Padahal selama ini aku tidak sekali pun memberi hati jika ada laki-laki lain yang iseng merabaku dan mencolekku. 

Aku termasuk wanita yang menjunjung tinggi kesucian dan kehormatan sesuai dengan yang selalu diajarkan orang tua dan agamaku. Sekarang semua itu musnah oleh keangkuhanku sendiri. Aku terbaring tak berdaya. Pak Tigor mulai melepaskan pakaianku satu persatu, mulai dari kaosku lalu celana panjang dan akhirnya bra dan celana dalam kremku terlempar ke bawah lantai. Aku hanya memejamkan mataku. Aku pun semakin buta oleh nafsuku yang mulai menggebu-gebu merasuki jiwa dan tubuhku. Bahkan sepertinya aku tak sabar menanti tindakan Pak Tigor selanjutnya. Selesai menelanjangi aku, ia pun melepaskan pakaiannya hingga lapis terakhir. Aku berdebar-debar karena kini kami sudah sama-sama bugil. Kuperhatikan tubuhnya yang hitam. Meskipun sudah tua namun ototnya masih ada. Ada gambar tattoo tengkorak di lengannya. Aku rasa dia adalah laki-laki yang keras dan jarang ada kelembutan. Itu aku ketahui saat ia mulai merabaiku dan menelanjangiku.

 Aku tersentak ketika Ia mulai memelukku dan menciumiku dari leher hingga belahan dadaku dengan kasar. Rabaan tangannya yang kasar membuatku tak hanya kesakitan, melainkan juga terangsang. Suamiku jika merabaiku cukup hati-hati. Nyata perbedaannya dengan Pak Tigor yang keras wataknya. Tampaknya ia sudah lama tidak berhubungan badan dengan wanita, maka akulah yang menjadi sarana pelampiasan nafsunya. Aku merasa tak kuasa apa pun atas tindakannya. Spontan air mataku terasa menetes karena tersirat penyesalan telah menodai perkawinanku, namun percuma saja. Sekarang semuanya sudah terlambat. Pak Tigor semakin asyik dengan tindakannya. Tiap jengkal tubuhku dijamahnya tanpa terlewatkan seinci pun. Kekuatan Pak Tigor telah menguasai diriku. Aku membiarkan saja ia terus merangsangi diriku. Tubuhku pun berkeringat tidak tahan dan geli bercampur gairah.

 Lalu mulutnya turun ke selangkanganku. Ia sibakkan kedua kakiku yang putih bersih itu. Di situ lidahnya bermain menjilati klitorisku. Kepalaku miring ke kiri dan ke kanan menahan gejolak yang melandaku. Peganganku hanya kain sprei yang aku tarik karena desakan itu. Kedua kakiku pun menerjang dan menghentak tidak tahan atas gairah yang melandaku. Beberapa menit kemudian aku orgasme dan mulutnya menelan air orgasmeku itu. Badanku lemas tak bertenaga. Mataku pun terpejam. Lalu aku kembali dibangkitkan oleh Pak Tigor dengan meciumi balik telingaku hingga liang kehormatanku. Di sana jarinya ia masukkan dan mulai mengacak-acak liang kewanitaanku lalu mempermainkan celahnya. Aku semakin sadar jika Pak Tigor telah lama merencanakan ini. Bisa jadi telah lama ia berobsesi untuk meniduriku karena sama sekali tak nampak keraguan dalam seluruh tindakannya mencabuliku. 

Berarti ia memang telah berencana melanggar amanat suamiku dan menguasaiku. Akupun akhirnya orgasme untuk yang kedua kalinya oleh tangan Pak Tigor. Badanku telah basah oleh keringat kami berdua. Aku benar-benar merasa lemas. Pak Tigor lalu minta izin padaku untuk memasukkan penisnya ke lubang kehormatanku. Aku menggeleng tidak setuju sebab aku tahu konsekuensinya. Liang kehormatanku akan tercemar oleh cairan laki-laki lain. Aku merasa terlalu jauh berkhianat pada suamiku. Bagiku cukuplah tindakannya tadi dan tidak usah diteruskan lagi hingga penetrasi. Ia pun mau menerima pendapatku. Akan tetapi, aku bisa melihat ada rasa kecewa di matanya. Aku bisa bayangkan dirinya yang telah terobsesi untuk menyenggamaiku. Aku lihat penisnya telah siap memasuki diriku jika aku izinkan. 

Panjangnya melebihi milik suamiku dan agak bengkok dengan diameter yang melebar. Pak Tigor minta aku untuk membantunya klimaks dengan mengulum penisnya. Aku kembali menggeleng karena aku dan suamiku selama ini tidak pernah melakukan oral sex baik suami kepadaku dan juga sebaliknya meskipun kami selalu menjaga kebersihan wilayah sensitif kami. Pak Tigor terus memohon sebab ia merasa tersiksa karena belum klimaks. Lama-kelamaan aku merasa kasihan juga. Tidak adil rasanya bagiku yang telah dibantunya sampai dua kali orgasme untuk membiarkannya seperti itu. Akhirnya aku beranikan diri mengulumnya. Dengan sedikit jijik aku buka mulutku, namun tidak muat seluruhnya dan hanya sampai batangnya saja. Mulutku serasa mau robek karena besarnya penis Pak Tigor. 

Baru beberapa kali kulum aku serasa mual dan mau muntah oleh aroma kelamin Pak Tigor itu. Aku maklum saja karena ia kurang bersih dan seperti kebiasaan laki-laki Batak, penisnya tidak ia sunat hingga membuatnya agak kotor. Mungkin juga disebabkan oleh makanan yang tidak beraturan. Satu menit, dua menit... lima menit berlalu... Entah berapa lama lagi setelah itu aku mengulumi penis Pak Tigor sampai basah dan bersih oleh air liurku... Aku lalu menyerah dan melepaskan penis Pak Tigor dari mulutku. Aku heran Pak Tigor ini sampai sekian lama kok tidak juga klimaks. Aku salut akan staminanya. Aku juga salut atas sikapnya yang menghargai wanita dengan tidak memaksakan kehendak.

Padahal dalam keadaan seperti ini, aku bisa saja dipaksanya namun tidak ia lakukan. Aku merasa bersalah pada diriku dan ingin membantunya saat itu juga. Di dalam pikiranku berperang antara birahi dan moral. Akhirnya, kupikir sudah terlanjur basah. Di samping itu, aku tidak ingin menambah masalah antara aku dan Pak Tigor. Jika aku larang terus nantinya Pak Tigor bisa saja memperkosaku. Seorang laki-laki yang telah berbirahi di ubun-ubun sering bertindak nekad dan lagi pula aku sendirian. Akhirnya, dengan pertimbangan demi kebaikan kami berdua, maka aku izinkan dia melakukan penetrasi ke dalam rahimku.


"Hmmm... Pak Tigor... Begini deh... Kalau Bapak memang benar-benar mau mencampuri saya... Boleh, Pak... " Pak Tigor pun tampaknya gembira sekali. Padahal tadi sempat kulihat wajahnya tegang sekali. "Ibu benar-benar ikhlas... ?" tanya Pak Tigor menatap dalam-dalam mataku dengan penuh birahi. Tangannya membelai rambutku. Aku membalas tatapannya sambil tersenyum, lalu mengangguk dengan pasti. Pak Tigor mencium dan mengulum bibirku dalam-dalam... 

Seolah menyatakan rasa terima kasihnya atas kesediaanku. Setelah dilepaskannya pagutannya dari mulutku, kami pun berpandangan dan saling tersenyum... Aku lalu berbaring dan membuka kedua pahaku memberinya jalan memasuki rahimku. Tubuh kami berdua saat itu telah sama-sama berkeringat dan rambutku telah kusut. Dari temaran lampu dinding aku lihat Pak Tigor bersiap-siap mengarahkan penisnya. Posisinya pas diatas tubuhku. 

Tubuhnya telah basah oleh keringat hingga membuat badannya hitam berkilat. Tampaknya ia masih berusaha menahan untuk ejakulasi. Di luar saat ini hujan pun seakan tidak mau kalah oleh gelombang nafsu kami berdua. Pak Tigor dengan hati-hati menempelkan kepala penisnya. Ia tahu jika tergesa-gesa akan membuatku kesakitan sebab punyaku masih kecil dan belum pernah melahirkan. Aku pun berusaha memperlebar kedua pahaku supaya mudah dimasuki kejantanan Pak Tigor sebab aku melihat kejantanannya panjang dan agak bengkok jadi aku bersiap-siap agar aku jangan kesakitan. "Pelan-pelan ya, Pak... " Aku sempat bilang kepadanya untuk jangan cepat-cepat. Dengan bertahap, ia mulai memasukan penisnya.

Aku memejamkan mata dan merasakan sentuhan pertemuan kemaluan kami. Untuk melancarkan jalannya, kakiku ia angkat hingga melilit badannya, lalu langsung penisnya masuk ke rahimku dengan lambat. Aku terkejut dan merasakan ngilu di bibir rahimku. "Auuch... ooh... auuch... " Aku meracau kesakitan. Pak Tigor membungkam mulutku dengan mulutnya. Kedua tubuh bugil kami pun sepenuhnya bertemu dan menempel. Tidak lama kemudian seluruh penisnya masuk ke rahimku dan ia mulai melakukan gerak maju mundur. Aku merasakan tulangku bagai lolos, sama seperti saat aku dan suamiku melakukan hubungan intim pertama kalinya dan kuserahkan kegadisanku padanya di malam pengantin dulu. Tidak lama kemudian aku merasakan kenikmatan. 

Mulut pak Tigor pun lepas dari mulutku karena aku tidak kesakitan lagi. Aku tersengal-sengal setelah selama beberapa waktu mulutku disumpalnya. Kekuatan laki-laki ini amat membuatku salut, sampai membuat ranjangku dan badanku bergetar semua seperti kapal yang terserang badai. Kurang lebih 15 menit kemudian Pak Tigor gerakannya bertambah cepat dan tubuhnya menegang hebat. Aku merasakan di dalam rahimku basah oleh cairan hangat. Tubuhnya lalu rebah diatas tubuhku tanpa melepaskan penisnya dari dalam rahimku. Aku pun dari tadi telah sempat kembali orgasme. Kami pun tertidur sementara diluar hujan masih saja turun. 

Butiran keringat kami membuat basah sprei yang kusut di sana-sini. Saat itu tidak ada lagi batas diantara kami, namun aku merasa telah berdosa kepada suamiku. Hingga tengah malam Pak Tigor pun kembali menggauliku sepuasnya dan akupun tidak merasa segan lagi karena kami tidak lagi merasa asing satu sama lain. Aku pun tidak merasa jijik lagi jika melakukan oral sex dengan Pak Tigor. Bagi seorang wanita seperti diriku, sangat sulit rasanya untuk melepaskan diri dari kejadian ini. Penyesalan pun tiada gunanya. Aku yang di luarnya tampak keras, berwibawa dan kadang sombong, semuanya menjadi tiada arti lagi saat seorang laki-laki seperti Pak Tigor telah berhasil menggauliku. 





Kehormatan dan perkawinan yang aku junjung pun luntur sudah, namun apa lagi yang bisa kuperbuat... Pak Tigor pun kini telah merasa jadi pemenang dengan kemampuannya menaklukkanku hingga aku tidak berdaya. Aku semakin tidak berdaya jika ia telah berada di dalam kamarku, untuk bersebadan dengannya. Aku merasa telah terperdaya oleh gelombang gairah yang dipancarkan oleh Pak Tigor. Sangat aneh bagiku jika Pak Tigor yang seusia dengan ayahku ini masih mampu mengalahkanku dan membuatku orgasme berkali-kali tidak seperti suamiku yang hanya bisa membuatku orgasme sekali saja. Begitu juga aku.


 Kuakui aku mendapatkan pengalaman baru dan mengaburkan pendapatku selama ini bahwa laki-laki paro baya akan hilang keperkasaannya. Selama kami berhubungan badan aku sempat bertanya padanya bagaimana ia bisa sekuat itu. Pak Tigor pun bercerita bahwa ia sering mengkonsumsi makanan khas Batak berupa sup anjing yang menurutnya dapat menjaga dan menambah vitalitas pria. Aku bergidik jijik dan mau muntah mendengarnya. Aku jadi ingat, pantas saja saat bersebadan dengannya bau keringatnya lain. Juga saat aku mengulum kemaluannya terasa panas dan amis.Rupanya selama ini Pak Tigor sering memakan makanan yang di agamaku diharamkan. Pernah suatu kali aku kurang enak badan padahal Pak Tigor ngotot ingin mengajakku untuk bersetubuh. Aku pun dibelikannya makanan berupa sate. Saat aku santap, rasanya sedikit aneh. Setelah makan beberapa tusuk, aku merasakan tubuhku panas dan badanku seakan fit kembali. Setelah sate itu aku habiskan, kami pun melakukan persetubuhan dengan amat panas dan bergairah hingga aku mengalami orgasme sampai tiga kali. Tubuhku seakan segar bugar kembali dan enak sekali. Setelah persetubuhan, Pak Tigor bilang bahwa yang aku makan tadi adalah sate daging anjing. Aku marah dan ingin memuntahkannya karena jijik dan kotor. Hanya karena pandainya ia memberiku pengertian, ditambah sedikit rayuan, aku jadi bisa menerimanya.






 Bagaimanapun, aku memintanya untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi walaupun terus terang, aku pun mau tak mau harus mengakui khasiatnya... Ia pun berjanji untuk tidak mengulanginya lagi tanpa seizinku. Selama aku bertugas di pulau itu hampir satu tahun, kami telah sering melakukan hubungan seks dengan sangat rapi. Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Untungnya pula, akibat perbuatan kami ini aku tidak sampai hamil. Aku memang disiplin ber-KB supaya Pak Tigor bebas menumpahkan spermanya di rahimku. Kapanpun, kami sering melakukannya. Kadang di rumahku, kadang di rumah Pak Tigor. Kadang kalau kupikir, alangkah bodohnya aku mau saja digauli di atas dipan kayu yang cuma beralaskan tikar usang. Bagaimamanapun, yang penting bagiku hasrat terpenuhi dan Pak Tigor pun bisa memberinya. Pernah suatu hari setelah kami bersebadan di rumahnya, Pak Tigor minta kepadaku untuk mau hidup dengannya di pulau itu. Permintaan Pak Tigor ini tentu mengejutkanku, rasanya tidak mungkin sebab aku terikat perkawinan dengan suamiku dan aku pun tidak ingin menghancurkannya. Lagi pula Pak Tigor seusia dengan ayahku. Apa jadinya jika ayahku tahu.


 Rupanya Pak Tigor mulai mencintaiku sejak ia dengan bebas dapat menggauliku. Di samping itu, keyakinan kami pun berbeda karena Pak Tigor seorang Protestan. Bagiku ini masalah baru. Memang, sejak berhubungan intim dengannya, aku tak lagi menjalankan agamaku dengan taat. Kebiasaan Pak Tigor menyantap daging anjing dan babi, juga menenggak tuak, sedikit demi sedikit ikut mempengaruhiku. Kadang aku ikut pula menikmati makanan seperti itu. Sekedar menemaninya dan sebagai wujud toleransiku padanya. Lagipula, khasiat itu semua terhadap gairah seks kami telah terbukti... Apapun, perbedaan agama itu tetap saja terasa menjadi ganjalan. Pak Tigor pun pernah menanyakan padaku kenapa aku tidak hamil padahal setiap ia menyebadaniku spermanya selalu ia tumpahkan di dalam. Aku tidak memberitahunya jika aku ber-KB karena tidak ingin mengecewakannya.  PREDIKSI TOGEL JITU  SEMUA PASARAN
Jelas ia sebenarnya menginginkan aku hamil agar memuluskan langkahnya untuk memilikiku. Aku harus menyiasatinya agar ia tidak lagi bermimpi untuk menikahiku. Sebenarnya bagiku hubungan ini hanyalah sebagai pelarianku dari kesepian selama jauh dari suamiku. Aku pun menjelaskannya kepada Pak Tigor dengan lembut dan baik-baik saat kami usai berhubungan badan.

 Aku pun bilang jika kelak aku pindah kerja, ia harus rela hubungan ini putus. Selama aku dinas di pulau ini dan suamiku tidak ada, ia kuberi kebebasan untuk memilikiku dan menggauliku. Syaratnya, asal jangan berbuat macam-macam didepan teman-teman kantorku yang kebetulan hampir semuanya penduduk asli pulau ini. Akhirnya ia mau mengerti dan menerima alasanku. Ia berjanji akan menutup rapat rahasia kami jika aku pindah. Ia pun menerima segala persyaratanku karena rasa cintanya padaku. 


Selama aku tugas di pulau ini, Pak Tigor terus memberiku kenikmatan ragawi tanpa kenal batas antara kami. Bagiku cinta hanya untuk suamiku. Pak Tigor adalah terminal persinggahan yang harus aku singgahi. Dalam hatiku, aku berjanji untuk menutup rapat rahasia ini karena masih ada penyesalan dalam diriku. Kadang aku mengganggap diriku kotor dan telah merusak kesucian pernikahan kami. Bagaimanapun, mungkin ini memang tahapan kehidupan yang harus aku lewati...





Monday, July 1, 2019

Kisah La Tongko-Tongko

Kisah La Tongko-Tongko

Kisah La Tongko-Tongko

Kisah La Tongko- Tongko berasal dari cerita rakyat Sulawesi Selatan. Ada orang yang sangat bodoh. Namanya La Tongko-Tongko. Dia tinggal bersama ibunya. Suatu hari, La Tongko-Tongko mengatakan kepada ibunya bahwa dia ingin menikah.

“Jika Anda ingin menikah, Anda harus mencari gadis terlebih dahulu. Kemudian mintalah dia untuk menikah dengan Anda.”

La Tongko-Tongko mendengarkan ibunya. Jadi, dia mulai mencari gadis. Dan saat dia melihat sekeliling, dia bertemu dengan seorang gadis. Dia membawa kentang di tasnya.

“Hei, gadis aku ingin menikah, apakah kamu mau jadi istriku?”

Gadis itu marah! Dia pikir La Tongko-Tongko mengejeknya. Dia melemparkan kentang ke arahnya. La Tongko-Tongko kabur!

Baca Juga:

Di rumah, La Tongko-Tongko memberitahu ibunya tentang gadis yang ditemuinya hari ini.

“Oh, kamu sangat bodoh La Tongko-Tongko kamu bisa meminta gadis untuk menikah seperti itu kamu dan dia harus saling mencintai, maka kamu bisa menikah,” jelas ibunya.

Kisah La Tongko-Tongko


LaTongko-Tongko segera keluar. Dia masih merenungkan saran ibunya. Sementara dia melihat sekeliling, seorang gadis sedang berjalan dan dia membawa beberapa kayu api. La Tongko-Tongko mendekatinya dan berbicara dengannya.

“Hei, aku cinta kamu, apakah kamu mencintaiku? Jika ya, ayo kita menikah.”

Gadis itu marah. Dia melemparkan beberapa kayu ke arahnya. La Tongko-Tongko kabur!

Sekali lagi, La lbngko-Tongko memberitahu ibunya tentang gadis yang ditemuinya.




“Oh, tidak, kamu sangat bodoh, kamu tidak bisa melakukan itu, cinta butuh waktu, disamping itu kamu harus bicara dengan baik dan lembut,” jelas ibunya.

La Tongko-Tongko berjalan berkeliling. Akhirnya dia sampai di hutan. Dia melihat seorang gadis terbaring di tanah di bawah pohon besar. Dia tidak tahu, bahwa gadis itu sudah meninggal. Dia mendekati gadis itu dan berbicara dengannya.

“Hai, gadis cantik.” Saya sangat mencintai kamu. Bagaimana denganmu? Apakah kamu mencintaiku?”

Legenda Batu Menangis


Tentu saja gadis itu tidak menanggapi. Dia sudah mati. Namun, La Tongko-Tongko berpikir bahwa gadis itu butuh waktu untuk meresponsnya. Dia ingat saran ibunya. Dia mengulangi pertanyaannya lagi. Dan saat dia tetap diam, La Tongko-Tongko mengira gadis itu pemalu. Akhirnya, dia mengajukan pertanyaan terakhir.

“Apakah Anda ingin menikah dengan saya? Jika Anda diam, saya akan berpikir Anda mengatakan ya.”

Dan karena gadis itu tidak mengatakan apa-apa dan tidak bergerak sama sekali, La Tongko-Tongko memeluknya dan Membawanya pulang




Di rumah, La longko-Tongko memasukkannya ke kamar tidurnya. Dia mengatakan kepada ibunya bahwa dia sudah menemukan seorang istri. Ibunya senang. Dia ingin bertemu dengan gadis itu. Dan saat dia melihat mayat di kamar tidur, dia menjerit!

“La Tongko-Tongko, kenapa kamu membawa mayat ke rumah kita?”

Legenda asal usul ikan patin

“Mayat? Bagaimana Ibu tahu dia sudah mati?” Tanya La Tongko-Tongko.

“Tidak bisakah kamu mencium bau busuk dari tubuhnya? Kuburkan dia sekarang!”

La Tongko-Tongko kemudian mengubur mayat gadis itu. Dia merasa bahwa dia baru saja belajar sesuatu. Dan setelah dia selesai mengubur mayatnya, dia kembali ke rumah.

Sebelum dia tidur, dia buang angin. Baunya sangat busuk. La Tongko-Tongko mengira dia sudah meninggal. Dia menggali lubang dan mengubur tubuhnya. Dia membiarkan kepalanya di permukaan tanah, sedangkan bagian tubuhnya ditanah. Dan saat ibunya melihatnya, dia benar-benar marah.

“Apa yang sedang kamu lakukan?”

“Saya sudah meninggal, Bu. Saya buang angin dan baunya sangat busuk. ”

Ibunya tidak bisa melakukan dan mengatakan apapun. Dia meninggalkan La Tongko-Tongko sendirian. Dan setelah beberapa jam, La Tongko-Tongko tidak tahan lagi. Dia membebaskan dirinya dan kembali lagi rumahnya.






Kisah Bujang Kirai yang Pemberani

Kisah Bujang Kirai yang Pemberani


Kisah Bujang Kirai yang Pemberani


Bujang Kirai seorang remaja lelaki yang baik hati dan sakti mandraguna. Ia adalah keponakan Raja Sutan Panduko dari Negeri Muaro Bodim, Sumatera Barat. Suatu ketika, ia diutus oleh ibunya untuk membebaskan sang paman, Sutan Panduko, yang ditawan oleh Raja Baduatai dari Kerajaan Ampu Baroyo. Mampukah Bujang Kirai membebaskan pamannya? Ikuti kisahnya dalam cerita Bujang Kirai yang Pemberani berikut ini!

* * *

Dahulu, di sekitar pesisir barat daerah Sumatra Barat ada seorang raja muda dan tampan bernama Sutan Panduko. Ia adalah raja yang adil dan bijaksana sehingga negerinya pun makmur. Seluruh rakyat sangat mencintainya. Sifat raja yang baik itu berkat bimbingan kakaknya yang bernama Siti Asanah. Siti Asanah mempunyai seorang putra bernama Bujang Kirai. Perempuan yang terkenal arif ini senantiasa mendidik putranya dengan ajaran moral dan budi pekerti sesuai dengan ajaran agama dan adat. Selain itu, Siti Asanah juga membekali anaknya dengan kesaktian ilmu bela diri.

Suatu hari, terdengar kabar bahwa Raja Baduatai yang terkenal kejam dari Kerajaan Ampu Baroyo hendak mengadakan sayembara adu ayam guna mencarikan jodoh untuk putrinya yang bernama Putri Sawang Dilangit. Sutan Panduko yang masih bujangan berniat untuk mengikuti sayembara tersebut. Niat itu ia sampaikan kepada kakaknya. Mulanya, Siti Asanah mencegahnya karena ia tahu sifat dan perengai Raja Baduatai.



“Jangan, Adikku. Bukankah kamu tahu sendiri siapa Raja Baduatai? Aku tidak ingin terjadi sesuatu kepada dirimu,” cegah Siti Asanah.

Baca Juga:

Legenda Batu Menangis

Legenda asal usul ikan patin


“Tapi, saya mendengar kabar bahwa Putri Sawang Dilangit adalah putri yang baik dan rendah hati. Jika berhasil memenangi sayembara itu, saya akan memboyongnya ke istana ini,” kata Sutan Panduko.

Sejenak, Siti Asanah terdiam, lalu berkata kepada adiknya.



“Baiklah, kalau itu keinginanmu. Tapi, ingat! Kamu harus berhati-hati saat berhadapan dengan Raja Baduatai yang zalim dan serakah itu!” pesan Siti Asanah.

Sutan Panduko segera mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk ayam kurik rintik kesayangannya. Ayam jago miliknya itu terkenal sakti dan sudah berkali-kali memenangi pertandingan adu ayam. Dengan percaya diri, Sutan Panduko segera menuju Kerajaan Ampu Baroyo. Setiba di sana, para peserta dari berbagai negeri telah berkumpul. Di antara peserta, hadir pula seorang raja bernama Sutan Dihulu yang terkenal licik.

Kisah Bujang Kirai yang Pemberani


Keesokan harinya, pertandingan sabung ayam dimulai. Para peserta telah berkumpul di arena pertandingan di halaman istana. Raja Baduatai bersama permaisuri dan putrinya telah hadir untuk menyaksikan jalannya pertandingan. Para penonton dari berbagai kalangan sudah berdatangan untuk memberi semangat kepada jagoan masing-masing.

Sesaat kemudian, gong pun dibunyikan sebagai tanda dimulainya pertandingan. Satu per satu para peserta masuk ke arena pertandingan untuk mengadu ayam jago masing-masing. Selama pertandingan berlangsung, sang Putri terlihat tegang dan berharap-harap cemas menanti siapa yang bakal menjadi pendamping hidupnya.



“Ya Tuhan! Siapapun pemenang pertandingan ini, hamba berharap dia adalah calon suami yang baik, arif, dan bijaksana,” doa Putri Sawang Dilangit.

Pertandingan sabung ayam itu telah berlangsung selama 3 jam. Sudah banyak ayam yang berguguran di arena pertadingan. Kini, tinggal ayam jago milik Sutan Panduko dan Sutan Dihulu yang bertahan. Keduanya pun siap untuk ditarungkan. Mulanya, ayam jago milik Sutan Dihulu menyerang terlebih dahulu. Serangannya bertubi-tubi hingga ayam jago milik Sutan Panduko kewalahan menghindari serangan itu. Ketika ayam jago Sutan Dihulu mulai kelelahan, ayam kurik rintik berbalik menyerang. Dengan sekali terjang, ayam Sutan Dihulu pun jatuh tersungkur di tanah dan tewas seketika.

Melihat kejadian itu, Sutan Dihulu murka. Ia tidak mau menerima kekalahan itu. Maka, ia langsung menyerang Sutan Panduko. Namun, serangan-serangan itu dapat dipatahkan oleh Sutan Panduko. Sutan Dihulu pun semakin marah. Dengan kalap, ia mencabut kerisnya.

“Terimalah serangan kerisku ini!” teriaknya seraya menikamkan keris ke tubuh Sutan Panduko.




Sutan Panduko berkelit dengan gesit sehingga serangan Sutan Dihulu hanya menyambar angin. Merasa diremehkan, Sutan Dihulu semakin gencar menyerang. Namun, lama-kelamaan tenaganya habis terkuras. Pada saat yang tepat, Sutan Panduko menepis dan menangkap keris lawannnya lalu keris itu ia balik dan ditikamkan ke dada Sutan Dihulu. Tak ayal, raja yang licik itu tewas seketika terkena senjatanya sendiri.

Melihat peristiwa itu, Raja Baduatai segera bangkit dari singgasananya.

“Prajurit! Buang mayat itu ke laut dan tangkap raja muda itu!” titah Raja Bauatai.

Akhirnya, Sutan Panduko dijebloskan ke dalam penjara. Meskipun ayam kirik jagoannya telah memenangi sayembara itu, ia dianggap tidak berhak menikahi sang Putri karena telah melakukan pembunuhan. Ayam jagonya pun disita oleh Raja Baduatai.

Sementara itu, para pengawal Sutan Panduko cepat-cepat kembali Muaro Bodim untuk melaporkan peristiwa itu kepada Siti Asanah.

Kisah Bujang Kirai yang Pemberani


“Ampun, Baginda Ratu! Hamba ingin melapor,” lapor salah seorang dari pengawal tersebut.

“Apa yang terjadi dengan adikku, pengawal?” tanya Siti Asanah dengan cemas.

“Ampun, Baginda Ratu! Sutan Panduko ditawan oleh Raja Baduatai,” jelas si pengawal.

Pengawal itu kemudian menceritakan semua peristiwa yang dialami oleh Sutan Panduko hingga akhirnya ditawan oleh Raja Baduatai. Mendengar cerita itu, Siti Asanah menjadi marah.

“Ini tidak bisa dibaiarkan. Raja Baduatai yang angkuh harus diberi pelajaran,” ujar Siti Asanah geram. “Pengawal! Tolong panggilkan putraku, Bujang Kirai!”

“Baik, Baginda Ratu,” jawab pengawal itu.

Tak berapa lama kemudian, pengawal itu kembali bersama Bujang Kirai.

“Ada apa Bunda memanggilku?” tanya Bujang Kirai sambil menatap mata ibundanya yang berkaca-kaca.

“Ketahuilah, Putraku! Pamanmu sedang ditawan oleh Raja Baduatai,” ungkap Siti Asanah.

“Apa? Paman Sutan Panduko ditawan?” tanya Bujang Kirai dengan terkejut.

“Benar, Putraku. Kita harus segera bertindak. Untuk itu, Bunda akan mengutusmu ke Ampo Baroyo untuk membebaskan pamanmu,” kata Siti Asanah. “Tapi, kamu harus berangkat sendirian, Putraku.”

“Baik, Bunda,” jawab Bujang Kirai.

Rupanya, Siti Asanah yang bijak itu sudah mengetahui kemampuan putranya. Ia tidak ingin menyerang Raja Baduatai dengan mengerahkan pasukannya karena ia juga tahu jika pasukan raja Buatai sangat besar. Dengan hanya mengutus Bujang Kirai seorang diri, ia berharap putranya itu dapat menyelinap masuk ke dalam istana dan membinasakan Raja Baduatai yang keji itu. Tidak lupa, Siti Asanah membekali putranya dengan siraut, pisau kecil berujung bengkok, pusaka warisan dari ayahnya.

Setiba di Kerajaan Ampu Baroyo, Bujang Kirai dengan hati-hati menyelinap masuk ke dalam istana. Dengan kecerdikannya, ia mencari tahu di mana keberadaan pamannya sekaligus mencari tahu rahasia kekuatan Raja Baduatai. Alhasil, ia berhasil memperoleh keterangan dari salah seorang penjaga bahwa rahasia kekuataan Raja Baduatai bahwa kekuataannya akan berkurang ketika ia ingin membuang air kecil di waktu bangun pagi.




Ketika fajar mulai menyingsing di ufuk timur, Bujang Kirai dengan kesaktiannya menyelinap masuk ke kamar Raja Baduatai tanpa diketahui penjaga. Namun, Raja Baduatai tak kalah saktinya. Ia yang sedang terlelap langsung terbangun karena mengetahui kedatangan tamu tak diundang.

“Hai, anak muda. Siapa kamu dan kenapa masuk ke dalam kamarku?” tanya Raja Baduatai dengan kesal.

Aku Bujang Kirai dari Kerajaan Muaro Bodim. Aku ke mari hendak membebaskan pamanku, Sutan Panduko,” jawab Bujang Kirai dengan tenang.

“Dasar anak bodoh! Kamu ke sini hanya untuk mengantarkan nyawa!” hardik Raja Baduatai. “Pergi dari sini kalau mau selamat!”

“Tidak, aku tidak akan pergi sebelum pamanku dibebaskan!” tegas Bujang Kirai.

Raja Baduatai menjadi sangat marah. Tiba-tiba ia melayangkan tangannya hendak menampar Bujang Kirai. Namun, tanpa diduga, tamparan itu dengan mudah dielakkan. Melihat hal itu, ia baru sadar bahwa pemuda yang dihadapinya ternyata berilmu cukup tinggi.

Raja Baduatai pun mengeluarkan segala kemampuannya. Pertarungan sengit tak terelakkan. Mulanya, Raja Baduatai terlihat tangguh. Serangannya datang secara bertubi-tubi. Namun, lama-kelamaan, Raja Baduatai ingin buang air. Pikirannya pun bercabang. Ketika ia lengah, Bujang Kirai segera menikamnya dengan siraut pusaka. Raja yang kejam itu pun tewas.

Kabar tentang tewasnya Raja Baduatai pun diketahui oleh penghuni istana. Bahkan, kabar itu telah tersebar ke seluruh penjuru Negeri Ampu Baroyo. Seluruh rakyat pun berbondong-bondong dan berkumpul di halaman istana. Di hadapan mereka, berdiri salah seorang punggawa kerajaan untuk menyampaikan ucapan bela sungkawa.




“Wahai, seluruh rakyat Ampu Baroyo. Raja kita sudah wafat. Beliau tewas di ujung siraut Bujang Kirai,” kata punggawa kerajaan itu.

Mendengar kabar itu, rakyat bukannya bersedih melainkan bersorak gembira.

“Hancurlah kezaliman… hancurlah kezaliman…!”

Punggawa kerajaan itu kemudian kembali berkata, “Baiklah, saudara-saudaraku. Yang mati mari kita kuburkan, yang tinggal mari kita pelihara!”.

Setelah Raja Baduatai dimakamkan, para punggawa istana dan seluruh rakyat negeri itu mengadakan musyawarah untuk mencari pengganti raja.

“Sesuai dengan adat negeri ini, kita harus memilih seorang raja baru. Menurut kalian, siapa yang berhak menjadi raja?” tanya punggawa istana.

“Kita semua sudah tahu bahwa orang yang telah berjasa menghancurkan kezaliman di negeri ini adalah Bujang Kirai. Maka, alangkah baiknya jika pahlawan ini kita angkat menjadi raja,” ujar seorang peserta sidang.

Seluruh rakyat Ampu Baroyo menyetujui. Namun, Bujang Kirai sendiri menolaknya.

“Maaf, kedatangan saya ke mari bukan untuk merebut kekuasaan, tetapi ingin membebaskan paman saya, Sutan Panduko,” kata Bujang Kirai, “Sebaiknya, tampuk kerajaan ini kita serahkan kepada Putri Sawang Dilangit. Dialah yang lebih berhak menjadi raja di negeri ini. Busuk tebu sebatang, belum tentu busuk ke surumpunnya.”PREDIKSI TOGEL JITU  SEMUA PASARAN

Akhirnya, Putri Sawang Dilangit pun dinobatkan sebagai Raja Ampu Baroyo yang baru. Sementara itu, Bujang Kirai membawa pamannya pulang. Setelah kesehatannya kembali pulih, Sutan Panduko kembali memerintah Kerajaan Muaro Bodim dengan arif dan bijaksana. Semua itu adalah berkat jasa dan keberanian Bujang Kirai.

* * *

Demikian cerita Bujang Kirai Yang Pemberani dari Sumatera Barat. Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa Raja alim raja disembah, raja lalim  raja disanggah. Raja yang zalim seperti Raja Baduatai tidak akan dihargai atau dihormati oleh rakyatnya. Sementara itu, orang pemberani dalam membela kebenaran seperti Bujang Kirai akan dihormati dan dikenang jasa-jasanya.






Sports

Business

Life & style

Games

Fashion

Technology