Bangun tidur sore itu… tidak membuat Anton menjadi bugar, seperti layaknya orang bangun tidur. Bayangkan… dua malam begadang di puncak Merapi. Sebagai anggota pencinta alam, kampusnya ditugaskan untuk mencari beberapa anak SMK pendaki yang hilang di Merapi. Cuaca buruk begini nekat mendaki gunung, kutuknya dalam hati. Di dekapnya kedua kaki mengusir dingin di atas bangku teras depan kosnya, cuaca hujan rintik-rintik. Memang cuaca bulan Desember membuat segalanya menjadi basah, termasuk beberapa potong celana jeans belelnya yang kemungkinan hanya di bulan Desember ini bertemu dengan yang namanya air, dua potong CD pun ikut basah akibat dicucinya tadi pagi. Benar-benar hari yang menyiksa bagi Anton, sudah dingin cuaca… tanpa CD pula. Sepotong kain sarung yang lumayan kering cukuplah menghangatkan tubuh cekingnya sore itu.
Tempat kost Anton cukup strategis, walaupun bangunan peninggalan Belanda, tetapi letaknya terpisah dari perkampungan, karena dikelilingi oleh tembok tinggi. Ibarat memasuki sebuah benteng pada jaman dahulu, letak kamar kos-kosan disekeliling bangunan utama yang di jadikan sekolah negeri. Suasana sekitar kos-kosan memang sedang sepi… penghuninya banyak yang pulang kampung, maklum liburan Desember. Sementara sebagian kamar dijadikan asrama sekolah yang juga kosong ditinggal penghuninya liburan, praktis Anton merasa sebagai penjaga kosan, umpatnya dalam hati.
“Mas… jamu mas…” sapa tukang jamu gendongan membuyarkan lamunan Anton. “Eh embak… ujan-ujan ngagetin orang lagi ngelamun aja” sewot Anton. “Masnya ini lho… ujan-ujan kok ngelamun… tuh jemuran gak diangkat…” tanya mbak jamu sambil berjalan menghampiri beranda di mana Anton duduk. “Emang sengaja mbak… sekalian kena air” jawab Anton sekenanya. “Lho… kan sayang udah di cuci tapi kehujanan” kata mbak jamu keheranan. “belum kok, belum di cuci” elak Anton. “Lha… kok aneh” protes mbak jamu, “sekalian dicuciin sama ujan” saut Anton. “Dah laku jamunya mbak? tanya Anton di sela-sela gerimis. “Yah belum banyak sih, makanya mbok dibeli mas jamunya” pinta mbak Jamu memelas. “Emang jualan jamu apa aja sih mbak” selidik Anton sambil membenahi sarungnya. “Ya macem-macem, ada galian singset, sari rapet, kunir asem, sehat lelaki, pokoknya banyak deh, dan semuanya hasil meracik sendiri lho mas” bangga mbak jamu sembari membersihkan air di sekitar kaki dan kainnya. “Kalo badan pegel-pegel, jamunya apa mbak?” tanya Anton, “Ada tolak angin” seru mbak jamu. “Ah… kalo aku biasa di kerokin mbak, kalo minum jamu doang kurang marem” kata Anton. “Mbaknya bisa ngerokin saya?” goda Anton, “Emang situ mau saya kerokin” kerling mbak jamu malu-malu. Anton hanya tersenyum saja. “Ngomong-ngomong… namanya siapa sih mbak” tanya Anton. “Saya Inah mas” jawabnya tersipu. Kalo di perhatikan… manis juga nih cewek… mana putih lagi kulitnya, gumam hati Anton. “Kalo mas siapa namanya?” tanya Inah membuyarkan lamunan Anton. “Saya Anton mbak” jawab Anton gugup. Keduanya bersalaman, gila… alus juga nih cewek tangannya, bathin Anton.
“Gimana mas Anton, mau saya kerokin?” tantang Inah memancing. “Bener bisa ngerokin nih?” tanya Anton antusias. “Boleh” jawab Inah senyum. “Tapi jangan di sini ya, bawa masuk aja sekalian bakulnya mbak” kata Anton sambil bangkit berdiri menyilahkan Inah masuk ke dalam kos-kosan. “Wah kos-kosannya bagus ya mas, ada ruang tamunya segala, ini kamar siapa aja mas kok ada tiga? selidik Inah sembari meletakkan bakulnya di pojok dekat bufet. “Kamar temen, cuman mereka pada pulang kampung, tinggal saya sendiri jaga kos” jawab Aton. “Kamar mas Anton sebelah mana” tanya Inah, “Itu mbak, paling pojok, paling gelap” kata Anton. “Ih ngeri ah… gelap-gelapan” goda Inah genit. “Gak pa pa kok… aku dah jinak” canda Anton sembari mengajak Inah menuju ke dalam kamarnya. “Kok sepi mas?” selidik Inah sembari melihat ke kiri kanan. “Rumah sebelah juga pulang kampung sekeluarga, makanya sepi” jawab Anton. “Kamar mandinya di mana mas, aku mau cuci kaki dulu” tanya Inah. “Itu di depan kamarku jawab Anton sembari membereskan tempat tidurnya yang berantakan.
Anton merebahkan badannya telungkup di atas kasur tanpa dipan, sementara Inah mengambil minyak gosok serta uang benggol untuk kerokan. “Mbak, jangan pake minyak ah… aku gak tahan bau dan panasnya” cegah Anton. “Trus pake apa dong mas? tanya Inah bingung. Anton berdiri menuju meja rias, diambilnya sebotol Hand Body dan di berikannya kepada Inah. “Pake ini aja mbak.. wangi lagi” senyum Anton. Kemudian Inah mengambil posisi duduk di sebelah Anton, disingkapkannya kain batik yg dikenakannya sehingga tampaklah betis mulus Inah. Wah mulus juga, mana banyak bulu halusnya nih tukang jamu sorak hati Anton.
Tangan yang menempel di punggung Anton juga dirasa lembut dan halus oleh Anton. “Umurnya berapa mbak” tanya Anton memecah keheningan mereka berdua. “Dua enam bulan besok mas” jawab Inah. “Beda dua tahun di atas dong dengan saya” kata Anton sembari meringis kesakitan. “udah rumah tangga mbak?” kejar Anton. “Pisahan mas, suami saya kabur gak tanggung jawab” kata Ginah. “Lho kenapa?” sambung Anton penasaran. “Kecantol janda sebelah kampung” ungkap Inah cuek. “Waduh… laki-laki bodoh tuh… sela Anton sembarangan. “Emangnya kenapa mas?” penasaran Inah. “Gimana gak bodoh, punya istri manis, putih dan sintal kayak gini kok di sia-siakan” rayu Anton. “Ah… mas Anton bisa aja” jawab Inah masuk dalam perangkap Anton, sembari mencubit pinggang lelaki itu. “Eh… geli ah mbak…” jerit Anton sedikit mengelinjang. “Laki-laki kok gelian… ceweknya cantik tuh…” goda Inah. “Nggak cuman cantik… tapi banyak juga mbak” sombong Anton. “Huh… dasar… laki-laki…” cemberut Inah. “Mbak… tadi jamunya apa aja?” tanya Anton kemudian setelah adegan kerokan di punggungnya selesai. “Kalo buat kondisi mas Anton sekarang… minum Sehat Lelaki” jawab Inah, “Kasiatnya apa aja mbak?” kejar Anton. “Selain ngilangin masuk angin, supaya badan gak lemes dan mudah loyo” jawab Inah. “Mudah loyo…? maksudnya apa…? tanya Anton kemudian. “Ih masnya ini lho… kayak gak tau aja…” jawab Inah malu-malu. Anton memutar badannya, sekarang dia telentang menghadap Inah yang masih duduk terpaku, “Sungguh… saya gak tau mbak” aku Anton. Inah memalingkan wajahnya, terlihat semu merah di pipi Inah yang menambah manis rona wajahnya. “Itu lho… buat pasangan suami istri kalo mau melakukan hubungan…” jawab Inah tersipu. “Hubungan…? hubungan apa…?” tanya Anton dengan muka bloonnya. “Ahhh… mas Anton ini lho… ya hubungan suami istri” jawab Inah sembari mencubit lengan Anton. “Bagi yang punya pasangan… kalo kayak aku gimana…? siapa pasanganku ya…?” kerling Anton menantang Inah. Inah sendiri membuang mukanya, tetapi Anton menangkap semu merah di wajah Inah.
KHASIAT RAMUAN SEHAT LELAKI
Inah bangkit mengambil bakul yang tertinggal di ruang tamu, sekembalinya dia bertanya lagi kepada Anton, “Jadi nggak… jamu Sehat Lelakinya mas?” tanyanya kepada Anton. “Sini dulu dong…” jawab Anton sembari tangannya mempersilahkan Inah untuk duduk di sampingnya lagi. “Kalo aku jadi minum… terus bereaksi… buat membuktikannya gimana kalo jamu buatan mbak itu benar-benar berkhasiat” goda Anton. “Ya sama pacarnya dong… maunya sama sapa?” pancing Inah gantian. “Gimana kalo sama mbak aja… soalnya pacar yang mana juga bingung aku” tembak Anton sekenanya. “Jangan ah… entar kedengeran sama tetangga lho” jawab Inah tanpa nada penolakan. Kemudian Inah mengambil botol dari bakul dan meracik ramuan Sehat Lelaki.
Anton bangkit dari tidurnya kemudian mendekati tempat Inah duduk, dibelainya kepala gadis itu dengan lembut. “Jangan mas… genit ah… entar aku teriak lho” ancam Inah jinak-jinak merpati. “Teriak aja… paling gak ada yang keluar… orang ujan-ujan begini… pada males orang keluar” tantang Aton. Kemudian belaian Anton turun ke pipi Inah terus ke leher jenjangnya. “Masss… geli ahh.. entar tumpah nih gelasnya” ancam Inah. “Kamu cantik lho mbak… kok bodoh sekali ya bekas suamimu itu” rayu Anton, “Soalnya janda itu kaya mas… sementara aku kan cuma orang desa yang gak punya apa-apa” jawab Inah sembari memberikan gelas berisi ramuan jamu kepada Anton. “Nih… minum dulu ramuannya… ditanggung ces pleng…” jawab Inah tanpa di sadari. “Hee… berarti mau dong ngebuktiin khasiatnya” tembak Anton setelah meminum habis ramuan jamu tersebut. “Eh… ya nggak gitu… nyobanya gak sama aku” elak Inah merasa di tembak Anton. “Sekarang pijitin bagian depannya dong mbak, khan gak imbang kalo cuma belakangnya aja yang di garap” pinta Anton. “Depannya minta di kerok sekalian mas?” tanya Inah. “Nggak usah di kerok… pijitin aja” kata Anton.
Baca Juga : Perawan Ku Diambil Adiku Sendiri Saat Aku Tidur
Baca Juga : 7 Fakta dan cerita unik tentang Bercinta
Pijitan Inah di dada Anton, kembali membuat pemberontakan adiknya di dalam sarung. Tangan kanan Anton kembali meraba pipi halus Inah, wanita itu terdiam. Kemudian Anton menelusuri rabaan mulai turun ke leher Inah, perlahan tapi pasti dibukanya kancing kebaya Inah, Inah menoleh ke samping, dadanya bergemuruh, dirasakan semua bulu kuduknya berdiri, sensasi ini telah lama ia rindukan, semenjak bercerai dengan suaminya setahun lalu, tidak ada tangan laki-laki lain yang menyentuh tubuh sintalnya. Anton merasakan deru nafas Inah yang mulai tidak teratur, dalam hati Anton bersorak… kena lo sekarang…! Dirabanya bukit kembar satu persatu. Anton tidak mau terburu-buru, diraba dengan bra yang masih terpasang. Rona wajah Inah semakin nyata, “Masss… jaaangaannnn… mass… nanti dilihat orang” erang Inah sembari menahan gejolak dalam dirinya tanpa menepis tangan Anton. Anton tidak menjawab, perlahan di bukanya kebaya Inah mulai dari pundak. Inah mencoba untuk menahan tangan Anton, kemudian Anton bangkit dari tidurannya, Inah memiringkan wajahnya seolah takut berhadapan dengan wajah Anton yang tinggal beberapa senti lagi darinya.
Anton meraih dagu wanita itu, perlahan dipalingkan wajah Inah tepat dihadapannya, kemudian Anton mendekatkan bibirnya mengecup bibir Inah, Wanita itu menolak, tetapi hanya sesaat, kedua tangan Anton memegang pundak wanita itu dan dilanjutkannya mengecup bibirnya, bergetar bibir wanita itu dirasa menambah nafsu Anton, perlahan dibukanya bibir itu dan dikulumnya lidah wanita itu, terlihat Inah mulai menikmatinya sambil memejamkan mata. Kedua tangan Anton menurunkan kebaya yang dipakai Inah, tanpa perlawanan lagi. Sembari mereka saling berpagutan, dicarinya pengait bra di punggung wanita itu dan berhasil dibukanya, perlahan diturunkannya tali di atas pundaknya ke samping dan turun ke bawah. Anton terhenyak tanpa melepaskan pagutannya, bukit kembar wanita itu masih kencang, bulat dan mengacung putingnya menantang, kemudian dirabanya kedua bukit itu disertai erangan kecil Inah. “Masss… aku takuuutt…” erang Inah.
“Sssstttt… enggak pa pa kok… nikmatin aja ya sayang” ujar Anton menenangkan wanita itu.
Kemudian Anton mengambil tangan kiri Inah yang kemudian diletakkannya di atas sarung tepat di senjata Anton. “Mass… gak pake celana dalam ya…?” tanya Ginah sembari mengelusnya dari luar sarung. Anton hanya tersenyum, kemudian diapun berusaha untuk melepaskan kain yang masih dikenakan Inah. Setelah kain terlepas… Anton tidak dapat menahan gelinya, “Kamu juga gak pake daleman ya…? tanya Anton dengan geli.
“Memang rata-rata tukang jamu itu tidak memakai celana dalam mas” jawab Ginah ketus, giliran Anton yang kaget dan melongo… Gila!!! Perlahan ditatapnya wajah Inah, perlahan tapi pasti tangan Anton merenguh bahu wanita itu dan perlahan-lahan merebahkannya ke lantai. Anton mulai meraba kedua bukit kembar Inah, sementara wanita itu memalingkan wajahnya menghindar tatapan Anton, di pegangnya tangan Anton tetapi tidak bermaksud untuk melarang. Anton memang pandai memanjakan wanita, walau dirasa tubuh wanita itu sedikit berbau ramuan jamu, tidak mengurangi nafsu Anton untuk kemudian menjilatinya. Dimulai dari leher jenjang wanita itu, kemudian perlahan turun pada dua bukit kembar, kembali lidah Anton menyelusuri gundukan bukit itu satu persatu yang diakhiri dengan sedotan diujung putingnya.
Terdengar erangan wanita seperti kepedesan, kedua tangannya telah beralih ke rambut gondrong Aton dengan sedikit jambakan. Lidah Anton meneruskan gerilyanya, turun ke arah pusar Inah, terlihat Inah demikian menikmatinya, kegiatan yang tidak pernah dilakukan suaminya dahulu, karena suaminya hanya memaksa bila ingin dipenuhi kebutuhan sahwatnya tanpa Inah merasakan nikmatnya berhubungan insan berlainan jenis.
Tangan Anton kembali meremas bukit kembar Inah, sementara jilatan Anton telah mendekati sasaran di sarang kenikmatan Inah. Luar biasa… bulu kemaluan Inah demikian lebatnya, menambah sensasi tersendiri buat Anton. “Eh… masss… mau ngapaiiinn…? selidik Inah di atas sana.
Anton tidak menjawab, tangan kanannya berusaha menyingkap bulu lebat Inah untuk menemukan kenikmatan gadis itu. “Jangan masss… kotooorrr… achhh…” erang Inah menahan gejolak yang untuk pertama kali dirasakan sensasi itu. Anton hanya melirik ke atas, dilihatnya mata wanita itu terpejam kenikmatan. “Masss… ediaaannn… uenakeee… ssshhh… aaahhh… emmmhhh masss…” jerit tertahan Inah sembari menjambak rambut Anton. Lidah Anton menemukan klitoris Indah, dijilat, dipluntir dan sesekali dihisap lembut, sehingga tak lama membuat Inah kelojotan.
“Masss… gak kuaaat… mauuu pipp pisss…” teriak Inah sambil berusaha menyingkirkan kepala Anton dari kemaluannya. Anton menolak dan semakin kuat membenamkan wajahnya kedalam kemaluan Inah. Tak lama kemudian Anton merasa kalau kepalanya sedikit sakit akibat jepitan paha Inah, tetapi di tahannya, karena Anton tahu bahwa wanita ini mengalami orgasme yang teramat hebat dan dahsyatnya. “Achhh… emmmhhh… masss…sss…sss acchhh…” jerit tertahan Indah mengiringi orgasme yang baru sekali ini dialaminya, seolah copot semua persendian di tubuhnya. Sensasi apa ini, yang tak mampu dicapai oleh pikirannya, karena tidak pernah di dapat dari mantan suaminya dulu. Inah terkapar kelelahan,
Anton memeluknya, dielusnya rambut dan pipi Inah, sementara Inah kehabisan nafas, seakan habis puluhan kilometer dia lari…
“Gimana rasanya mbak?” tanya Anton beberapa saat kemudian setelah Inah terlihat telah dapat mengatur nafasnya. “Masss… tadi itu rasanya seperti apa ya…? tanya Inah kebingungan disela nafas yang masih tersengal. “Sssst… sudah tak usah diungkapkan… pokoknya dirasain aja ya…” jawab Anton menenangkan Inah. Beberapa saat kemudian Inah telah normal kembali
No comments:
Post a Comment