Cerita seks 2019 Kapanlah aku bisa miliki Tubuh Dia
Selesai
sekolah Sabtu itu langsung dilanjutkan rapat pengurus OSIS. Rapat itu
dilakukan sebagai persiapan sekaligus pembentukan panitia kecil
pemilihan OSIS yang baru. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pemilihan
dimaksudkan sebagai regenerasi dan anak-anak kelas 3 sudah tidak boleh
lagi dipilih jadi pengurus, kecuali beberapa orang pengurus inti yang
bakalan “naik pangkat” jadi penasihat.Usai rapat, aku bergegas mau
langsung pulang, soalnya sorenya ada acara rutin bulanan: pulang ke
rumah ortu di kampung. Belum sempat aku keluar dari pintu ruangan rapat,
suara nyaring cewek memanggilku.“Didik .. “ aku menoleh, ternyata Sarah
yang langsung melambai supaya aku mendekat. “Dik, jangan pulang dulu.
Ada sesuatu yang pengin aku omongin sama kamu,” kata Sarah setelah aku
mendekat.“Tapi Rah, sore ini aku mau ke kampung. Bisa nggak dapet bis
kalau kesorean,” jawabku.“Cuman sebentar kok Dik. Kamu tunggu dulu ya,
aku mberesin ini dulu,” Sarah agak memaksaku sambil membenahi
catatan-catatan rapat. Akhirnya aku duduk kembali.“Dik, kamu pacaran
sama Nita ya?” tanya Sarah setelah ruangan sepi, tinggal kami berdua.
Aku baru mengerti, Sarah sengaja melama-lamakan membenahi catatan rapat
supaya ada kesempatan ngomong berdua denganku.“Emangnya, ada apa sih?”
aku balik bertanya.“Enggak ada apa-apa sih .. “ Sarah berhenti sejenak.
“Emmm, pengin nanya aja.”“Enggak kok, aku nggak pacaran sama Nita,”
jawabku datar.“Ah, masa. Temen-temen banyak yang tahu kok, kalau kamu
suka jalan bareng sama Nita, sering ke rumah Nita,” kata Sarah
lagi.“Jalan bareng kan nggak lantas berarti pacaran tho,”
bantahku.“Paling juga pakai alasan kuno ‘Cuma temenan’,” Sarah berkata
sambil mencibir, sehingga wajahnya kelihatan lucu, yang membuatku
ketawa. “Cowok di mana-mana sama aja, banyak bo’ongnya.”“Ya terserah
kamu sih kalau kamu nganggep aku bohong. Yang jelas, sudah aku bilang
bahwa aku nggak pacaran sama Nita.”Aku sama sekali tidak bohong pada
Sarah, karena aku sama Nita memang sudah punya komitmen untuk ‘tidak ada
komitmen’. Maksudnya, hubunganku dengan Nita hanya sekedar untuk
kesenangan dan kepuasan, tanpa janji atau ikatan di kemudian hari. Hal
itu yang kujelaskan seperlunya pada Sarah, tentunya tanpa menyinggung
soal ‘seks’ yang jadi menu utama hubunganku dengan Nita.“Nanti malem,
mau nggak kamu ke rumahku?” tanya Nita sambil melangkah keluar ruangan
bersamaku.“Kan udah kubilang tadi, aku mau pulang ke rumah ortu nanti,”
jawabku.“Ke rumah ortu apa ke rumah Nita?” tanya Sarah dengan nada
menyelidik dan menggoda.“Kamu mau percaya atau tidak sih, terserah.
Emangnya kenapa sih, kok nyinggung-nyinggung Nita terus?” aku gantian
bertanya.“Enggak kok, nggak kenapa-kenapa,” elak Sarah. Akhirnya kami
jalan bersama sambil ngobrol soal-soal ringan yang lain. Aku dan
Sarahpun berpisah di gerbang sekolah. Nita sudah ditunggu sopirnya,
sedang aku langsung menuju halte. Sebelum berpisah, aku sempat berjanji
untuk main ke rumah Nita lain waktu.*****Diam-diam aku merasa geli.
Masak malam minggu itu jalan-jalan sama Sarah harus ditemani kakaknya,
dan diantar sopir lagi. Jangankan untuk ML, sekedar menciumpun rasanya
hampir mustahil. Sebenarnya aku agak ogah-ogahan jalan-jalan model
begitu, tapi rasanya tidak mungkin juga untuk membatalkan begitu saja.
Rupanya aturan orang tua Sarah yang ketat itu, bakalan membuat
hubunganku dengan Sarah jadi sekedar roman-romanan saja. Praktis acara
pada saat itu hanya jalan-jalan ke Mall dan makan di ‘food court’.Di
tengah rasa bete itu aku coba menghibur diri dengan mencuri-curi pandang
pada Mbak Indah, baik pada saat makan ataupun jalan. Mbak Indah, adalah
kakak sulung Sarah yang kuliah di salah satu perguruan tinggi terkenal
di kota ‘Y’. Dia pulang setiap 2 minggu atau sebulan sekali. Sama
sepertiku, hanya beda level. Kalau Mbak Indah kuliah di ibukota propinsi
dan mudik ke kotamadya, sedang aku sekolah di kotamadya mudiknya ke
kota kecamatan.Wajah Mbak Indah sendiri hanya masuk kategori lumayan.
Agak jauh dibandingkan Sarah. Kuperhatikan wajah Mbak Indah mirip
ayahnya sedang Sarah mirip ibunya. Hanya Mbak Indah ini lumayan tinggi,
tidak seperti Sarah yang pendek, meski sama-sama agak gemuk.Kuperhatikan
daya tarik seksual Mbak Indah ada pada toketnya. Lumayan gede dan
kelihatan menantang kalau dilihat dari samping, sehingga rasa-rasanya
ingin tanganku menyusup ke balik T-Shirtnya yang longgar itu. Aku jadi
ingat Nita. Ah, seandainya tidak aku tidak ke rumah Sarah, pasti aku
sudah melayang bareng Nita.Saat Sarah ke toilet, Mbak Indah
mendekatiku.“Heh, awas kamu jangan macem-macem sama Sarah!” katanya
tiba-tiba sambil memandang tajam padaku.“Maksud Mbak, apa?” aku bertanya
tidak mengerti.“Sarah itu anak lugu, tapi kamu jangan sekali-kali
manfaatin keluguan dia!” katanya lagi.“Ini ada apa sih Mbak?” aku makin
bingung.“Alah, pura-pura. Dari wajahmu itu kelihatan kalau kamu dari
tadi bete,” aku hanya diamsambil merasa heran karena apa yang dikatakan
Mbak Indah itu betul.“Kamu bete, karena malem ini kamu nggak bisa
ngapa-ngapain sama Sarah, ya kan?” aku hanya tersenyum, Mbak Indah yang
tadinya tutur katanya halus dan ramah berubah seperti itu.“Eh, malah
senyam-senyum,” hardiknya sambil melotot.“Memang nggak boleh senyum.
Abisnya Mbak Indah ini lucu,” kataku.“Lucu kepalamu,” Mbak Indah
sewot.“Ya luculah. Kukira Mbak Indah ini lembut kayak Sarah, ternyata
galak juga!” Aku tersenyum menggodanya.“Ih, senyam-senyum mlulu.
Senyummu itu senyum mesum tahu, kayak matamu itu juga mata mesum!” Mbak
Indah makin naik, wajahnya sedikit memerah.“Mbak cakep deh kalau
marah-marah,” makin Mbak Indah marah, makin menjadi pula aku
menggodanya.“Denger ya, aku nggak lagi bercanda. Kalau kamu berani
macem-macem sama adikku, aku bisa bunuh kamu!” kali ini Mbak Indah
nampak benar-benar marah.Akhirnya kusudahi juga menggodanya melihat Mbak
Indah seperti itu, apalagi pengunjung mall yang lain kadang-kadang
menoleh pada kami. Kuceritakan sedikit tentang hubunganku dengan Sarah
selama ini, sampai pada acara ‘apel’ pada saat itu.
“Kalau
soal pengin ngapa-ngapain, yah, itu sih awalnya memang ada. Tapi,
sekarang udah lenyap. Sarah sepertinya bukan cewek yang tepat untuk
diajak ngapa-ngapain, dia mah penginnya roman-romanan aja,” kataku
mengakhiri penjelasanku.“Kamu ini ngomongnya terlalu terus-terang ya?”
Nada Mbak Indah sudah mulai normal kembali.“Ya buat apa ngomong mbulet.
Bagiku sih lebih baik begitu,” kataku lagi.“Tapi .. kenapa tadi sama aku
kamu beraninya lirak-lirik aja. Nggak berani terus-terang mandang
langsung?”Aku berpikir sejenak mencerna maksud pertanyaan Mbak Indah
itu. Akhirnya aku mengerti, rupanya Mbak Indah tahu kalau aku diam-diam
sering memperhatikan dia.“Yah .. masak jalan sama adiknya, Mbak-nya mau
diembat juga,” kataku sambil garuk-garuk kepala.Setelah itu Sarah muncul
dan dilanjutkan acara belanja di dept. store di mall itu. Selama
menemani kakak beradik itu, aku mulai sering mendekati Mbak Indah jika
kulihat Sarah sibuk memilih-milih pakaian. Aku mulai lancar menggoda
Mbak Indah.Hampir jam 10 malam kami baru keluar dari mall. Lumayan
pegal-pegal kaki ini menemani dua cewek jalan-jalan dan belanja. Sebelum
keluar dari mall Mbak Indah sempat memberiku sobekan kertas, tentu saja
tanpa sepengetahuan Sarah.“Baca di rumah,” bisiknya.***Aku lega melihat
Mbak Indah datang ke counter bus PATAS AC seperti yang diberitahukannya
lewat sobekan kertas. Kulirik arloji menunjukkan jam setengah 9,
berarti Mbak Indah terlambat setengah jam.“Sori terlambat. Mesti ngrayu
Papa-Mama dulu, sebelum dikasih balik pagi-pagi,” Mbak Indah langsung
ngerocos sambil meletakkan hand-bag-nya di kursi di sampingku yang
kebetulan kosong. Sementara aku tak berkedip memandanginya. Mbak Indah
nampak sangat feminin dalam kulot hitam, blouse warna krem, dan kaos
yang juga berwarna hitam. Tahu aku pandangi, Mbak Indah memencet
hidungku sambil ngomel-ngomel kecil, dan kami pun tertawa. Hanya sekitar
sepuluh menit kami menunggu, sebelum bus berangkat.Dalam perjalanan di
bus, aku tak tahan melihat Mbak Indah yang merem sambil bersandar.
Tanganku pun mulai mengelu-elus tangannya. Mbak Indah membuka mata,
kemudian bangun dari sandarannya dan mendekatkan kepalanya
padaku.“Gimana, Mbaknya mau di-embat juga?” ledeknya sambil
berbisik.“Kan lain jurusan,” aku membela diri. “Adik-nya jurusan
roman-romanan, Mbak-nya jurusan … “ Aku tidak melanjutkan kata-kataku,
tangan Mbak Indah sudah lebih dulu memencet hidungku. Selebihnya kami
lebih banyak diam sambil tiduran selama perjalanan.***Yang disebut kamar
kos oleh Mbak Indah ternyata sebuah faviliun. Faviliun yang ditinggali
Mbak Indah kecil tapi nampak lux, didukung lingkungannya yang juga
perumahan mewah.“Kok bengong, ayo masuk,” Mbak Indah mencubit lenganku.
“Peraturan di sini cuman satu, dilarang mengganggu tetangga. Jadi, cuek
adalah cara paling baik.”Aku langsung merebahkan tubuhku di karpet ruang
depan, sementara setelah meletakkan hand-bag-nya di dekat kakiku, Mbak
Indah langsung menuju kulkas yang sepertinya terus on.“Nih, minum dulu,
habis itu mandi,” kata Mbak Indah sambil menuangkan air dingin ke dalam
gelas.“Kan tadi udah mandi Mbak,” kataku.“Ih, jorok. Males aku
deket-deket orang jorok,” Mbak Indah tampak cemberut. “Kalau gitu, aku
duluan mandi,” katanya sambil menyambar hand-bag dan menuju kamar. Aku
lihat Mbak Indah tidak masuk kamar, tapi hanya membuka pintu dan
memasukkan hand-bag-nya. Setelah itu dia berjalan ke belakang ke arah
kamar mandi.“Mbak,” Mbak Indah berhenti dan menoleh mendengar
panggilanku. “Aku mau mandi, tapi bareng ya?”“Ih, maunya .. “ Mbak Indah
menjawab sambil tersenyum. Melihat itu aku langsung bangkit dan berlari
ke arah Mbak Indah. Langsung kupeluk dia dari belakang tepat di depan
pintu kamar mandi. Kusibakkan rambutnya, kuciumi leher belakangnya,
sambil tangan kiriku mengusap-usap pinggulnya yang masih terbungkus
kulot. Terdengar desahan Mbak Indah, sebelum dia memutar badan
menghadapku. Kedua tangannya dilingkarkan ke leherku.“Katanya mau
mandi?” setelah berkata itu, lagi-lagi hidungku jadi sasaran, dipencet
dan ditariknya sehingga terasa agak panas. Setelah itu diangkatnya
kaosku, dilepaskannya sehingga aku bertelanjang dada. Kemudian tangannya
langsung membuka kancing dan retsluiting jeans-ku. Lumayan cekatan Mbak
Indah melakukannya, sepertinya sudah terbiasa. Seterusnya aku sendiri
yang melakukannya sampai aku sempurna telanjang bulat di depan Mbak
Indah.“Ih, nakal,” kata Mbak Indah sambil menyentil rudalku yang
terayun-ayun akibat baru tegang separo.“Sakit Mbak,” aku
meringis.“Biarin,” kata Mbak Indah yang diteruskan dengan melepas
blouse-nya kemudian kaos hitamnya, sehingga bagian atasnya tinggal BH
warna hitam yang masih dipakainya. Aku tak berkedip memandangi sepasang
toket Mbak Indah yang masih tertutup BH, dan Mbak Indah tidak
melanjutkan melepas pakainnya semua sambil tersenyum menggoda padaku.
Birahi
benar-benar sudah tak bisa kutahan. Langsung kuraih dan naikkan BH-nya,
sehingga sepasang toket-nya yang besar itu terlepas.“Ih, pelan-pelan.
Kalau BH-ku rusak, emangnya kamu mau ganti,” lagi-lagi hidungku jadi
sasaran. Tapi aku sudah tidak peduli. Sambil memeluknya mulutku langsung
mengulum tokenya yang sebelah kanan.Mbak Indah tidak berhenti mendesah
sambil tangannya mengusap-usap rambutku. Aku makin bersemangat saja,
mulutku makin rajin menggarap toketnya sebelah kanan dan kiri
bergantian. Kukulum, kumainkan dengan lidah dan kadang kugigit kecil.
Akibat seranganku yang makin intens itu Mbak Indah mulai menjerit-jerit
kecil di sela-sela desahannya.Beberapa menit kulakukan aksi yang sangat
dinikmati Mbak Indah itu, sebelum akhirnya dia mendorong kepalaku agar
terlepas dari toketnya. Mbak Indah kemudian melepas BH, kulot dan CD-nya
yang juga berwarna hitam. Sementara bibirnya nampak setengah terbuka
sambil mendesi lirih dan matanya sudah mulai sayu, pertanda sudah horny
berat.Belum sempat mataku menikmati tubuhnya yang sudah telanjang bulat,
tangan kananya sudah menggenggam rudalku. Kemudian Mbak Indah berjalan
mundur masuk kamar mandi sementara rudalku ditariknya. Aku meringis
menahan rasa sakit, sekaligus pengin tertawa melihat kelakuan Mbak Indah
itu.Mbak Indah langsung menutup pintu kamar mandi setelah kami sampai
di dalam, yang diteruskan dengan menghidupkan shower. Diteruskannya
dengan menarik dan memelukku tepat di bawah siraman air dari shower. Dan
…“mmmmhhhh …. “ bibirnya sudah menyerbu bibirku dan melumatnya.
Kuimbangi dengan aksi serupa. Seterusnya, siraman air shower mengguyur
kepala, bibir bertemu bibir, lidah saling mengait, tubuh bagian depan
menempel ketat dan sesekali saling menggesek, kedua tangan mengusap-usap
bagian belakang tubuh pasangan, “Aaaaaahhh,” nikmat luar biasa.Tak
ingat berapa lama kami melakukan aksi seperti itu, kami melanjutkannya
dalam posisi duduk, tak ingat persis siapa yang mulai. Aku duduk
bersandar pada dinding kamar mandi, kali ku luruskan, sementar Mbak
Indah duduk di atas pahaku, lututnya menyentuh lantai kamar mandi.
Kemudian kurasakan Mbak Indah melepaskan bibirnya dari bibirku, pelahan
menyusur ke bawah. Berhenti di leherku, lidahnya beraksi menjilati
leherku, berpindah-pindah. Setelah itu, dilanjutkan ke bawah lagi,
berhenti di dadaku. Sebelah kanan-kiri, tengah jadi sasaran lidah dan
bibirnya. Kemudian turun lagi ke bawah, ke perut, berhenti di pusar.
Tangannya menggenggam rudalku, didorong sedikit ke samping dengan
lembut, sementara lidahnya terus mempermainkan pusarku. Puas di situ,
turun lagi, dan bijiku sekarang yang jadi sasaran. Sementara lidahnya
beraksi di sana, tangan kanannya mengusap-usap kepala rudalku dengan
lembut. Aku sampai berkelojotan sambil mengerang-erang menikmati aksi
Mbak Indah yang seperti itu.Pelahan-lahan bibirnya merayap naik
menyusuri batang rudalku, dan berhenti di bagian kepala, sementara
tangannya ganti menggenggam bagian batang. Kepala rudalku dikulumnya,
dijilati, berpindah dan berputar-putar, sehingga tak satu bagianpun yang
terlewat. Beberapa saat kemudian, kutekan kepala Mbak Indah ke bawah,
sehingga bagian batanku pun masuk 2/3 ke mulutnya. Digerakkannya
kepalanya naik turun pelahan-lahan, berkali-kali. Kadang-kadang aksinya
berhenti sejenak di bagian kepala, dijilati lagi, kemudian diteruskan
naik turun lagi. Pertahananku nyaris jebol, tapi aku belum mau terjadi
saat itu. Kutahan kepalanya, kuangkat pelan, tapi Mbak Indah seperti
melawan. Hal itu terjadi beberapa kali, sampai akhirnya aku berhasil
mengangkat kepalanya dan melepas rudalku dari mulutnya.Kuangkat kepala
Mbak Indah, sementara matanya terpejam. Kudekatkan, dan kukulum lembut
bibirnya. Pelan-pelan kurebahkan Mbak Indah yang masih memejamkan mata
sambil mendesis itu ke lantai kamar mandi. Kutindih sambil mulutku
melahap kedua toketnya, sementara tanganku meremasnya
bergantian.Erangannya, desahannya, jeritan-jeritan kecilnya
bersahut-sahutan di tengah gemericik siraman air shower. Kuturunkan lagi
mulutku, berhenti di gundukan yang ditumbuhi bulu lebat, namun tercukur
dan tertata rapi. Beberapa kali kugigit pelan bulu-bulu itu, sehingga
pemiliknya menggelinjang ke kanan kiri. Kemudian kupisahkan kedua
pahanya yang putih,besar dan empuk itu. Kubuka lebar-lebar. Kudaratkan
bibirku di bibir memeknya, kukecup pelan. Kujulurkan lidahku,
kutusuk-tusukan pelan ke daging menonjol di antar belahan memek Mbak
Indah. Pantat Mbak Indah mulai bergoyang-goyang pelahan, sementara
tangannya menjambak atau lebih tepatnya meremas rambutku, karena
jambakannya lembut dan tidak menyakitkan. Kumasukkan jari tengahku ku
lubang memeknya, ku keluar masukkan dengan pelan. Desisan Mbak Indah
makin panjang, dan sempat ku lirik matanya masih terpejam. Kupercepat
gerakan jariku di dalam lubang memeknya, tapi tangannya langsung meraih
tanganku yang sedang beraksi itu dan menahannya. Kupelankan lagi, dan
Mbak melepas tangannya dari tanganku. Setiap kupercepat lagi, tangan
Mbak Indah meraih tanganku lagi, sehingga akhirnya aku mengerti dia
hanya mau jariku bergerak pelahan di dalam memeknya.Beberapa menit
kemudian, kurasakan Mbak Indah mengangkat kepalaku menjauhkan dari
memeknya. Mbak Indah membuka mata dan memberi isyarat padaku agar duduk
bersandar di dinding kamar mandi. Seterusnya merayap ke atasku,
mengangkang tepat di depanku. Tangannya meraih rudalku, diarahkan dan
dimasukkan ke dalam lubang memeknya.“Oooooooooooohh ,” Mbak Indah
melenguh panjang dan matanya kembali terpejam saat rudalku masuk
seluruhnya ke dalam memeknya. Mbak Indah mulai bergerak naik-turun
pelahan sambil sesekali pinggulnya membuat gerakan memutar. Aku tidak
sabar menghadapi aksi Mbak Indah yang menurutku terlalu pelahan itu,
mulai kusodok-sodokkan rudalku dari bawah dengan cukup cepat. Mbak Indah
menghentikan gerakannya, tangannya menekan dadaku cukup kuat sambil
kepala menggeleng, seperti melarangku melakukan aksi sodok itu. Hal itu
terjadi beberapa kali, yang sebenarnya membuatku agak kecewa, sampai
akhirnya Mbak Indah membuka matanya, tangannya mengusap kedua mataku
seperti menyuruhkan memejamkan mata. Aku menurut dan memejamkan
mataku.Setelah beberapa saat aku memejamkan mata, aku mulai bisa
memperhatikan dengan telingaku apa yang dari tadi tidak kuperhatikan,
aku mulai bisa merasakan apa yang dari tadi tidak kurasakan. Desahan dan
erangan Mbak Indah ternyata sangat teratur dan serasi dengan gerakan
pantatnya,sehingga suara dari mulutnya, suara alat kelamin kami yang
menyatu dan suara siraman air shower seperti sebuah harmoni yang begitu
indah. Dalam keterpejaman mata itu, aku seperti melayang-layang dan
sekelilingku terasa begitu indah, seperti nama wanita yang sedang
menyatu denganku. Kenikmatan yang kurasakan pun terasa lain, bukan
kenikmatan luar biasa yang menhentak-hentak, tapi kenikmatan yang
sedikit-sedikit, seperti mengalir pelahan di seluruh syarafku, dan
mengendap sampai ke ulu hatiku.Beberapa menit kemudian gerakan Mbak
Indah berhenti pas saat rudalku amblas seluruhnya. Ada sekitar 5 detik
dia diam saja dalam posisi seperti itu. Kemudian kedua tangannya meraih
kedua tanganku sambil melontarkan kepalanya ke belakang. Kubuka mataku,
kupegang kuat-kuat kedua telapak tangannya dan kutahan agar Mbak Indah
tidak jatuh ke belakang. Setelah itu pantatnya membuat gerakan ke
kanan-kiri dan terasa menekan-nekan rudal dan pantatku.
Baca Juga : Perawan Ku Diambil Adiku Sendiri Saat Aku Tidur
Baca Juga : 7 Fakta dan cerita unik tentang Bercinta
“Aaa
.. aaaaaa … aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhh,” desahan dan jeritan kecil
Mbak Indah itu disertai kepala dan tubuhnya yang bergerak ke depan. Mbak
Indah menjatuhkan diri padaku seperti menubruk, tangannya memeluk
tubukku, sedang kepalanya bersandar di bahu kiriku. Ku balas memeluknya
dan kubelai-belai Mbak Indah yang baru saja menikmati orgasmenya. Sebuah
cara orgasme yang eksotik dan artistik.Setelah puas meresapi kenikmatan
yang baru diraihnya, Mbak Indah mengangkat kepala dan membuka matanya.
Dia tersenyum yang diteruskan mencium bibirku dengan lembut. Belum
sempat aku membalas ciumannya, Mbak Indah sudah bangkit dan bergeser ke
samping. Segera kubimbing dia agar rebahan dan telentang di lantai kamar
mandi. Mbak Indah mengikuti kemauanku sambil terus menatapku dengan
senyum yang tidak pernah lepas dari bibirnya. Kemudian kuarahkan rudalku
yang rasanya seperti empot-empotkan ke lubang memeknya, kumasukkan
seluruhnya. Setelah amblas semuanya Mbak Indah memelekku sambil berbisik
pelan.“Jangan di dalam ya sayang, aku belum minum obat,” aku mengangguk
pelan mengerti maksudnya. Setelah itu mulai kugoyang-goyang pantatku
pelan-pelan sambil kupejamkan mata. Aku ingin merasakan kembali
kenikmatan yang sedikit-sedikit tapi meresap sampai ke ulu hati seperti
sebelumnya. Tapi aku gagal, meski beberapa lama mencoba. Akhirnya aku
membuat gerakan seperti biasa, seperti yang biasa kulakukan pada tante
Ani atau Nita. Bergerak maju mundur dari pelan dan makin lama makin
cepat.“Aaaah… Hoooohh,” aku hampir pada puncak, dan Mbak Indah cukup
cekatan. Didorongnya tubuhku sehingga rudalku terlepas dari memeknya.
Rupanya dia tahu tidak mampu mengontrol diriku dan lupa pada pesannya.
Seterusnya tangannya meraih rudalku sambil setengah bangun.
Dikocok-kocoknya dengan gengaman yang cukup kuat, seterusnya aku
bergeser ke depan sehingga rudalku tepat berada di atas perut Mbak
Indah.“Aaaaaaaah … aaaaaaahhh … crottt… crotttt ..,” beberapa kali
spermaku muncrat membasahi dada dan perut Mbak Indah. Aku merebahku
tubuhku yang terasa lemas di samping Mbak Indah, sambil memandanginya
yang asyik mengusap meratakan spermaku di tubuhnya.“Hampir lupa ya?”
lagi-lagi hidungku jadi sasarannya waktu Mbak Indah mengucapkan
kata-kata itu.***Selama di bus dalam perjalanan pulang aku memejamkan
mata sambil mengingat-ingat pengalaman yang baru saja ku dapat dari Mbak
Indah. Saat di kamar mandi, dan saat mengulangi sekali lagi di
kamarnya. Seorang wanita dengan gaya bersetubuh yang begitu lembut dan
penuh perasaan.“Kalau sekedar mengejar kepuasan nafsu, itu gampang. Tapi
aku mau lebih. Aku mau kepuasan nafsuku selaras dengan kepuasan yang
terasa di jiwaku.”Kepuasan yang terasa di jiwa, itulah hal yang kudapat
dari Mbak Indah dan hanya dari Mbak Indah, karena kelak setelah
gonta-ganti pasangan, tetap saja belum pernah kudapatkan kenikmatan
seperti yang kudapatkan dari Mbak Indah. Kepuasan dan kenikmatan yang
masih terasa dalam jangka waktu yang cukup lama meskipun persetubuhan
berakhir.“Ingat ya, jangan pernah sekali-kali kamu lakukan sama Sarah.
Kalau sampai kamu lakukan, aku tidak akan pernah memaafkan kamu!” Aku
terbangun, rupanya dalam tidurku aku bermimpi Mbak Indah
memperingatkanku tentang Sarah, adiknya. Dan bus pun sudah mulai masuk
terminal.
No comments:
Post a Comment