Jakarta Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada World Economic Forum ASEAN di Hanoi, Vietnam sempat menjadi sorotan masyarakat. Dalam pidatonya, Jokowi menganalogikan kondisi perekonomian dunia saat ini seperti perang tak terbatas atau ‘infinity war’, film Avengers ketiga.
Analogi tersebut menggambarkan posisi Indonesia dalam dua bidang penting, yaitu politik luar negeri dan ekonomi.
Menurut Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika, isu-isu terkait perdamaian, hubungan harmonis antar negara, dan persahabatan internasional merupakan isu penting dalam politik luar negeri Indonesia.
“Kita tidak dalam posisi mencari musuh, membangun ketegangan dengan blok-blok tertentu, tapi justru menjadi salah satu instrumen atau bagian dari negara yang bisa memastikan agar kerjasama dan hubungan internasional itu benar-benar terjaga dalam situasi yang damai itu,” ujar dia, Rabu (19/9/2018).
Di samping itu, analogi tersebut juga menyinggung kebijakan yang diambil Amerika Serikat (AS) akhir-akhir ini dalam perang dagangnya dengan Cina.
Menurut Jokowi, perang dagang tersebut perlu untuk segera diselesaikan dengan solusi yang dapat menguntungkan semua pihak agar tidak menjadi bencana internasional. Dalam interaksi ekonomi antar negara juga diperlukan pertimbangan di luar kepentingan domestik agar kepentingan negara lain tidak tercederai. “Nah, pada titik itulah analogi tadi itu masuk,” ujar Erani.
“Indonesia ingin memastikan bahwa negara-negara yang di dalam formulasi kebijakan ekonominya banyak mengganggu stabilitas ekonomi negara yang lain, itu tidak boleh terjadi. Semua musti bersekutu, bergandengan tangan untuk mewujudkan itu tadi,” dia menandaskan.
Menurut Erani, Indonesia memiliki peran strategis dalam forum pertemuan antar negara tersebut. Bukan hanya dari sisi ekonomi dan jumlah penduduknya yang besar, namun juga dalam isu-isu tertentu yang menjadi agenda pemerintah. Keberadaan forum internasional ini memungkinkan adanya pertukaran berbagai program antar negara.
Selain itu, forum tersebut juga mempertemukan negara-negara dengan kelompok bisnis, lembaga-lembaga multilateral, dan masyarakat sipil.
“Penting bahwa di dalam forum internasional itu antara apa yg dipikirkan oleh pemimpin negara itu dipahami oleh kelompok bisnis, masyarakat sipil, lembaga multilateral, dan sebaliknya,” ujar Erani. (Felicia Margaretha)
No comments:
Post a Comment